
Perjanjian Linggarjati ialah upaya diplomatik pemerintah RI untuk
memperjuangkan wilayah NKRI dari cengkraman penjajah Belanda. Perjanjian ini
ialah perjanjian antara Indonesia dan Belanda dengan pihak Inggris sebagai
mediator yang dilaksanakan pada tanggal 11-13 November 1946 di Linggarjati,
Cirebon.
Hasil perjanjian
ini ditandatangani di Istana Merdeka, Jakarta pada tanggal 15 November 1946 dan
penandatanganan perjanjian baru disahkan secara resmi pada tanggal 25 Maret
1947.
Latar belakang Perjanjian Linggarjati adalah karena masuknya AFNEI yang diboncengi NICA ke
Indonesia. Karena Jepang menentapkan “status quo” di Indonesia yang menyebabkan
terjadinya konflik antara Indonesia – Belanda, seperti peristiwa 10 November di
Surabaya.
Inggris selaku
penanggung jawab mempertemukan Indonesia dan Belanda untuk mengadakan
perundingan, tetapi perundingan yang dimaksud tersebut gagal dilakukan, karena
Belanda hanya mau mengakui Indonesia atas Jawa dan Madura saja. Sedangkan
Indonesia meminta Belanda untuk mengakui kedaulatannya atas Pulau Jawa, Madura
dan Sumatra.
Karena
perundingan yang digagas Sir Archibald Clark Kerr gagal, pada akhir Agustus
1946, Ingrris kemudian mengirim Lord Killearn ke Indonesia untuk kembali
menginisiasi perundingan. Lalu, pada tanggal 7 Oktober 1946 bertempat di
Konsulat Jenderal Inggris di Jakarta, dibukalah perundingan antara Indonesia
dan Belanda yang dipimpin oleh Lord Killearn yang kemudian menghasilkan
persetujuan gencatan senjata mulai tanggal 14 Oktober 1946 dan menyiapkan untuk
mengadakan perundingan baru yaitu Perjanjian Linggarjati ini, yang dilaksanakan
pada tanggal 11 November 1946.

Tokoh yang terbilat dalam perjanjian ini, yaitu:
- Pemerintah
Indonesia, diantaranya:
Dr. A. K. Gani,
Mr. susanto Tirtoprojo, Sultan Syahrir dan Mohammad Roem.
- Pemerintah
Belanda, dinataranya:
Van Pool, Prof.
schermerhorn dan De Boer.
- Pemerintah
Inggris, diantaranya:
Berperan sebagai
mediator yaitu Lord Killearn.
Isi Perjanjian Linggarjati, adalah:
Hasil
perundingan ini menghasilkan 17 pasal, yang pokok – pokoknya meliputi 4 hal
utama, yaitu:
1. Pengakuan
Belanda secara de facto wilayah RI atas Pulau Jawa, Madura dan Sumatra.
2. Belanda harus
meninggalkan wilayah RI paling lambat tanggal 1 Januari 1949.
3. Pihak Belanda
dan Indonesia sepakat untuk membentuk negara Republik Indonesia Serikat (RIS)
yang terdiri dari wilayah Indonesia, Kalimantan dan Timur Besar dan dijadwalkan
sebelum tanggal 1 Januari 1949.
4. Dalam bentuk
Republik Indonesia Serikat, pemerintah Indonesia harus tergabung dalam Commonwealth
atau Pesemakmuran Indonesia-Belanda dengan Ratu Belanda sebagai ketuanya.
Dampak Perjanjian Linggarjati, yaitu:
Meskipun kedua
telah melakukan perundingan dan sudah mencapai sebuah kesepakatan bersama,
tetapi perjanjian ini tetap memberikan dampak bagi kedaulatan RI, baik berupa
dampak positif maupun negatif.
Dampak positif
perjanjian ini adalah Indonesia diakui secara de facto atas Pulau Jawa, Madura
dan Sumatra oleh negara yang telah menjajahnya.
Untuk perundingan Linggarjati yang dilakukan beberapa negara juga
memberikan dukungan dan pengakuannya terharap Republik Indonesia menjadi sebuah
negara yang berdaulat. Beberapa negara tersebut antara lain yaitu Inggris,
Amerika Serikat, Mesir, Lebanon, Suriah, Afganistan, Burma, Saudi Arabia, Yaman
dan Rusia. Dengan demikian di mata Internasional tentu saja Indonesia menjadi
negara yang mampu berdiri sendiri dan terhindar dari belenggu penjajahan.
Dampak negatif dari perjanjian
ini adalah wilayah Indonesia semakin sempit karena Belanda tidak mengakui seluruh
wilayah Indonesia.
Beberapa partai mengkritik
pemerintah karena mau menyetujui hasil perundingan tersebut dan menuding bahwa
pemerintah Indonesia lemah dalam mempertahankan kedaulatan NKRI.
Pelanggaran yang Terjadi pada Perjanjian Linggarjati, ialah:
Dalam pelaksanaannya
Perjanjian Linggarjati ini tidak berjalan dengan mulus. Hal ini disebabkan
karena adanya perbedaan penafsiran antara Indonesia dan Belanda dalam
menafsirkan isi perjanjian ini.
Belanda menganggap RI sebagai
bagian dari Belanda, sehingga semua urusan eksternal diurus oleh Belanda.
Tetapi, pihak Indonesia beranggapan bahwa Republik Indonesia adalah sebuah negara
yang bebas menentukan arah masa depannya sendiri.
Karena perbedaan penafsiran ini, menyebabkan Gubernur
Jenderal H. J. van Mook akhirnya menyatakan bahwa Belanda tidak terikat
lagi dengan perjanjian ini pada
tanggal 20 Juli 1947.
Belanda kembali melakukan aksi militer lewat Agresi Militer Belanda 1 pada
tanggal 21 Juli 1947, yaitu terjadi serangan dari
tentara Belanda ke wilayah Indonesia. Agresi ini juga sekaligus menjadi
pencabutan kesepakatan Belanda terhadap perjanjian dan pembatal isi perjanjian
Linggarjati. Dengan demikian menjadikan perjanjian
ini memiliki hasil yang gagal untuk dilaksakan dalam waktu yang telah
ditentukan.
Karena kegagalan perjanjian
linggarjati menyebabkan konflik Indonesia-Belanda kembali memanas. Pada
akhirnya konflik ini kemudian kembali diselesaikan lewat jalur perundingan
yaitu Perjanjian Renville.
https://salamadian.com/5072-2/
https://urusandunia.com/perjanjian-linggarjati/#
https://www.zonareferensi.com/perjanjian-linggarjati/
https://id.wikipedia.org/wiki/Perundingan_Linggarjati
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapus